“Pa, jangan gitu dong, ijinkan
Bintang sekolah, nanti dia bisa ketinggalan pelajaran kan.”
“Ma, dia kan harus tanggung jawab,
siapa suruh menabrak gadis itu. Lagi pula Bintang kan juga udah janji mau
mengurus sendiri masalahnya sama gadis itu, jadi Papa rasa kita tidak perlu
ikut campur lagi.”
“Maaf, permisi, apa kehadiran saya
di rumah ini mengganggu keluarga anda? Jika anda rasa demikian ada baiknya saya
akan pergi sekarang juga.” Aku terpaksa harus ikut campur, aku tidak mau
menghancurkan keluarga orang gara-gara keluarga itu menampung aku yang telah
ditabrak anaknya itu.
“Eh? Kenapa begitu? Kami disini
sedang tidak membicarakanmu kok.” Sahut seorang perempuan yang kelihatannya itu
ibu dari orang yang telah menabrakku.
“Maaf sebelumnya, saya tadi nggak
sengaja dengar percakapan bapak ibu.” Kataku sambil menunduk, takut aja kalau
kalau aku kena marah sama bapaknya.
“Bukannya begitu, tapi dikeluarga
kami sudah dibiasakan tanggung jawab, kamu mengerti maksud saya?” kata-katanya
halus dan sopan, dari situ tercermin keramahannya ibu itu.
“Oh. Saya sudah nggak kenapa-napa
kok bu, itu berarti sudah nggak perlu lagi tanggung jawab dari anak ibu.” Aku
berusaha bicara dengan bahasa yang baku biar aku nggak dikira orang ndeso.
“Oh, bagaimana dengan kamu pulang
kerumahmu? Itu juga masih termasuk dalam tanggung jawab.” Sahut bapak itu.
“Oh, tenang saja pak, bu, saya bisa
jalan kaki kok.” Ujarku sabil senyum seramah mungkin, untuk meyakinkan mereka
kalau aku bisa jalan sendiri.
“Apa? Kamu sadar kan kalau jarak
dari sini ke rumahmu jauh?”
“Ennggg… memangnya sejauh apa pak,
kok bapak sampai kaget gitu? Bukannya ini dekat sama rumah saya ya?” tanyaku
penasaran.
“Ini di perumahan Ville, kamu tahu
itu dimana?” sahut ibu itu.
“Maaf, saya belum pernah dengar
nama itu.” Emang nama apaan sih, bukan diluar kota juga kan, aku sih kayaknya
pernah dengar, tapi aku nggak tahu itu dimana.
“Jaraknya kira-kira 20 kilometer
dari tempat kamu tertabrak. Apa kamu mau jalan segitu jauhnya? Jangan-jangan
nanti kamu malah pingsan, dan malah menjadi tanggung jawab kami lagi.” Bisa
kulihat dari cara bicaranya bapak itu, seperti mengejekku.
“Ehh, maaf pak, saya tidak tahu.
Terus gimana saya pulangnya pak, bu?”
“Tenang saja, kamu masih jadi
tanggung jawab keluarga kami kok, biar Bintang yang nanti antar kamu pulang.”
Sahut ibunya.
“Saya pulangnya kapan? Apa bisa
pulang sekarang? Soalnya saya mau pergi ke sekolah, saya nggak mau kalau sampai
ketinggalan.”
“Hihihi.”
“Lho kok bapak ibu malah tertawa?
Apa ada yang salah?”
“Oh tidak, kami hanya heran,
bagaimana mungkin seorang yang baru tertabrak malah memilih bersekolah, bukannya
tinggal istirahat di rumah.”
“Saya malah suka di sekolah,
daripada nggak ngapa-ngapain di rumah pak.”
“Ahh sudah-sudah, itu urusan
gampang. Nanti biar Bintang yang nganter kamu. Oh iya, saya belum memperkenalkan diri. Saya …. dan ini ….istri saya, kami ini orang tuanya
Bintang.”
“Ah maaf Pak, maaf Bu, saya telah
merepotkan anda, memang saya yang ceroboh.”
“Ah tidak apa-apa, biar ini juga
jadi pelajaran si Bintang”
“Eh iya bu, saya
permisi dulu ya Pak, Bu.” Aku membungkukkan badan lalu membalikkan badan.
“Eh mau kemana?”
PART 1 | PART 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar