Selasa, 12 Juni 2012

Menabrak Bintang *part 3


“Pa, jangan gitu dong, ijinkan Bintang sekolah, nanti dia bisa ketinggalan pelajaran kan.”

“Ma, dia kan harus tanggung jawab, siapa suruh menabrak gadis itu. Lagi pula Bintang kan juga udah janji mau mengurus sendiri masalahnya sama gadis itu, jadi Papa rasa kita tidak perlu ikut campur lagi.”

“Maaf, permisi, apa kehadiran saya di rumah ini mengganggu keluarga anda? Jika anda rasa demikian ada baiknya saya akan pergi sekarang juga.” Aku terpaksa harus ikut campur, aku tidak mau menghancurkan keluarga orang gara-gara keluarga itu menampung aku yang telah ditabrak anaknya itu.

“Eh? Kenapa begitu? Kami disini sedang tidak membicarakanmu kok.” Sahut seorang perempuan yang kelihatannya itu ibu dari orang yang telah menabrakku.

“Maaf sebelumnya, saya tadi nggak sengaja dengar percakapan bapak ibu.” Kataku sambil menunduk, takut aja kalau kalau aku kena marah sama bapaknya.

“Bukannya begitu, tapi dikeluarga kami sudah dibiasakan tanggung jawab, kamu mengerti maksud saya?” kata-katanya halus dan sopan, dari situ tercermin keramahannya ibu itu.

“Oh. Saya sudah nggak kenapa-napa kok bu, itu berarti sudah nggak perlu lagi tanggung jawab dari anak ibu.” Aku berusaha bicara dengan bahasa yang baku biar aku nggak dikira orang ndeso.

“Oh, bagaimana dengan kamu pulang kerumahmu? Itu juga masih termasuk dalam tanggung jawab.” Sahut bapak itu.

“Oh, tenang saja pak, bu, saya bisa jalan kaki kok.” Ujarku sabil senyum seramah mungkin, untuk meyakinkan mereka kalau aku bisa jalan sendiri.

“Apa? Kamu sadar kan kalau jarak dari sini ke rumahmu jauh?”

“Ennggg… memangnya sejauh apa pak, kok bapak sampai kaget gitu? Bukannya ini dekat sama rumah saya ya?” tanyaku penasaran.

“Ini di perumahan Ville, kamu tahu itu dimana?” sahut ibu itu.

“Maaf, saya belum pernah dengar nama itu.” Emang nama apaan sih, bukan diluar kota juga kan, aku sih kayaknya pernah dengar, tapi aku nggak tahu itu dimana.

“Jaraknya kira-kira 20 kilometer dari tempat kamu tertabrak. Apa kamu mau jalan segitu jauhnya? Jangan-jangan nanti kamu malah pingsan, dan malah menjadi tanggung jawab kami lagi.” Bisa kulihat dari cara bicaranya bapak itu, seperti mengejekku.

“Ehh, maaf pak, saya tidak tahu. Terus gimana saya pulangnya pak, bu?”

“Tenang saja, kamu masih jadi tanggung jawab keluarga kami kok, biar Bintang yang nanti antar kamu pulang.” Sahut ibunya.

“Saya pulangnya kapan? Apa bisa pulang sekarang? Soalnya saya mau pergi ke sekolah, saya nggak mau kalau sampai ketinggalan.”

“Hihihi.”

“Lho kok bapak ibu malah tertawa? Apa ada yang salah?”

“Oh tidak, kami hanya heran, bagaimana mungkin seorang yang baru tertabrak malah memilih bersekolah, bukannya tinggal istirahat di rumah.”

“Saya malah suka di sekolah, daripada nggak ngapa-ngapain di rumah pak.”

“Ahh sudah-sudah, itu urusan gampang. Nanti biar Bintang yang nganter kamu. Oh iya, saya belum  memperkenalkan diri. Saya ….  dan ini ….istri saya, kami ini orang tuanya Bintang.”

“Ah maaf Pak, maaf Bu, saya telah merepotkan anda, memang saya yang ceroboh.”

“Ah tidak apa-apa, biar ini juga jadi pelajaran si Bintang”

“Eh iya bu, saya permisi dulu ya Pak, Bu.” Aku membungkukkan badan lalu membalikkan badan.
“Eh mau kemana?”



PART 1 | PART 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar